YOPI SETIA UMBARA
PADA SEBUAH TAMAN
di tepi kota yang
terus memompa jantung
supaya nadi dan
waktu tetap berdenyut
kita berciuman
dalam bayangan cemara
kita tertawa
melihat gerombolan awan hitam
di langit selatan
serupa gelombang maut
bergulung menutup
pucuk-pucuk gunung
di puncak sunyi
bukit utara kita hanya dengar
sajak ikan-ikan
dalam kolam tak pernah surut
juga gema
daun-daun sesekali jatuh ke tanah
2011
HUJAN DI BUKIT PAKAR
hujan purba itu tak kunjung reda
bergerak dari
seluruh liang langit
lalu pecah pada
ketabahan tanah
daun-daun bambu
kuyup tunduk
pohon-pohon cemara
gemetar
jalan-jalan becek
lebih kesepian
sedang di bening
kaca jendela
uap tubuh melukis
gairah hidup
sebelum menyusup
cerobong asap
kemudian kembali
menjadi basah
2011
YOYON AMILIN
Kwatrin subuh
ruang
kamar gelap
suara
azan lamat
dengkur-dengkur
hebat
potongan
mimpi yang tamat
Lukisan dinding
ada kotaku
lumer
di dasar sumur
ada wajahmu
terpahat di batu
ada rindu
Menjamur dimataku
Yudhi. MS
TAFAKUR
tiada hijab
tapi harap tak terungkap
hamba telungkup
harapan tak lekang-lekang
dalam sujud
serunduk rumput
sebagaimana gemetar
ilalang
menggapai cahaya redup
dingin menggenangi bulan
membenam bintang-bintang
margasatwa memenara
dedaunan menyembilu
asing
kelu
ketika sesal pun tumpah
sedu tertahan berserah
dalam comberan
badan hamba berkubang
dalam kabut hitam
mata hamba memandang
dalam ceceran darah
tangan hamba bersimbah
dalam hawa bertuba
nafas hamba berhela
o, dalam lumpur
kaki hamba mencebur
tiada hijab
hamba tak kuasa menatap
padahal hamba merasa
kasih-Mu tak penyap
ya Bashiir,
setiap Kaupandang
, hamba yang telanjang
ya Haadii,
setiap Kausapa
, hamba yang alpa
ya Lathiif,
setiap Kaubelai
, hamba yang lalai
ya Annuur,
setiap Kauterangi
, hamba yang lari
dan manakala kaki
terantuk
pada-Mu juga hamba
memeluk
menangis dalam sesal
memilu
ke siapa lagi hamba
mengadu
ya Afuw,
ampuni hamba
diri hilang harga
tiada pantas
kembali ke pentas
zalim diri hamba
ke mana lagi
sembunyikan luka
ya Ghafuur,
Dikau
yang kuasa membolak-balik
hati manusia,
tobatkanlah hamba
kemudian Kauterima
sebab
pengharapan hanyalah
Dikau
pemilik segala maha
tiada hijab
hamba tafakur
maka teguhkan
tak silau kertap kemilau
lapangkan pandang
luaskan kalbu
mantapkan langkah
luruskan jejak
semata pada-Mu
sehati dengan-Mu
Kudus, 2011
LANGIT MEMAR DI ATAS
MENARA
manakala suara azan
dikumandangkan
dari menara Masjid al-Aqsha*
dan airmata mata air itu
meruah dari bukit utara
menghilir trenyuh
membelah kota
bermuara keruh ke laut
Jawa
dadaku gemetar
tak lagi kusua daun-daun
kopi
di lereng Muria, ke mana
lari
biji-bijinya?
ke mana kini
burung-burung undan?
aku rindu aroma pandan
pada kue serabi dengan
gula kelapa
yang bangkitkan kenang
akan situs batu lumpang
– sejarah yang patah –
musnah-raib, hilang
kini tinggal kaki-kaki
berdaki
bergegas langkah
dengan pandang mengambang
tak berarti ke depan
apalagi menoleh ke
belakang
jabatlah dingin tanganku,
duh Kekasih
hibur kepiluan nostalgiaku
agar kembali
kusyukurhayati
manis jenang
gurih lentog tanjung
pedas pecel pakis
asam buah parijata
dan sedap asap sate
kerbau
Kekasih,
langit memar di atas
menara
dada gemetar
membendung airmata
Kudus, 2011
*
nama masjid menara di Kudus.
Yusri Fajar
PADA KERETA
Kursi-kursi bertapa dalam
gerbong tempat orang-orang menerka masa
Sejak persinggahan hingga
menjelang ladang-ladang dari balik jendela tembus mata. Segenap hati memanggil
berjuta pertemuan pada hari ketika orang bermimpi menggapai kekasih, harapan,
situs-situs sejarah, asa, berbagai undangan dan perjanjian.
Gerbong-gerbong
bergandengan membawa serta putus asa, jiwa tegar dan kata-kata hampa. Pada
gelas-gelas berisi bir beberapa menggantungkan kesumat dan kebahagiaan. Sekuntum
mawar dalam genggaman menunggu stasiun pemberhentian saat para penjemput
merekahkan tangan melihat langit menggapai penantian bergegas menumpahkan rindu
melepas pesan di batas-batas kota.
Peluit meninggalkan sakit
para kekasih tertinggal dalam kesepian
Kota-kota terlindas
kenangan memahat frasa selamat jalan dan selamat tinggal
Frankfurt, 2008
TAK BERJUDUL
Di balik kita ada aku
Tersudut di pojok waktu
Meneriakkan suara cinta
Bergema dalam nista
Dibalik kamu ada kita
Menggigil di tiup angin dusta
Merayap di suatu ketika
Terjebak di bola mata
Dibalik aku ada aku
Duduk di tepi zaman
Merenung rasa malu
Tidur sambil bergumam
Aku, kita, kamu, mereka,
adalah aku sedang berpikir
kita, kamu, mereka, aku,
adalah kamu sedang mungkir
kamu, aku, kita, mereka
adalah kita sedang berzikir
Mereka, kita, kamu, aku,
Adalah mereka sedang kafir
Tuhan, tolonglah
Aku lelah
Balikpapan, 13 Juni 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar